Selasa, 27 Agustus 2013

Budidaya kedelai


BUDIDAYA KEDELAI

PENDAHULUAN
 
            Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Permintaan kedelai untuk konsumsi, pakan ternak dan bahan baku industri dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan kebutuhan kedelai tidak seimbang dengan produksinya, hal ini dikarenakan adanya luas panen yang belum memadai atau masih rendah dari kebutuhan. Sedangkan upaya peningkatan produksi dengan cara intensifikasi pada areal yang telah ada kurang memberikan tambahan produksi karena kurangnya tindakan di lapangan. Oleh karena itu, upaya pencukupan produksi kedelai harus ditekankan pada penambahan areal panen baru.
            Budidaya tanaman kedelai di lahan sawah biasanya dilakukan pada musim MK I setelah tanaman padi, hal ini dimungkinkan karena ketersediaan air pada musim itu masih berlebih atau dikenal dengan budidaya basah. Lahan yang kering (tegalan) merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti lahan sawah yang arealnya semakin berkurang. Areal lahan kering di Indonesia sebenarnya cukup luas yaitu sekitar 70 juta hektar (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1995), sehingga perluasan areal tanam komoditas pertanian termasuk kedelai ke lahan kering (tegalan) cukup besar. Namun demikian, usaha pertanian di lahan kering mempunyia faktor-faktor penghambat, yaitu rendahnya kesuburan, kondisi air yang sangat bergantung pada hujan, serta beberapa jenis lahan dengan kondisi topografi yang berombak sampai berbukit. Untuk mengatasi faktor panghambat tersebut, maka perlu diterapkan teknologi pertanian yang tepat dan mudah diadopsi petani.
            Pendekatan masalah yang dapat dilakukan salah satunya adalah melalui teknologi produksi, diantaranya penggunaan varietas yang cocok untuk daerah tertentu dengan biaya murah dan sesuai dengan kondisi petani yang pada  umumnya berlahan sempit. Witjaksono dan Dahya (1998) mengemukakan bahwa penerapan teknologi di lahan kering (tegalan) akan berhasil apabila telah mempertahankan beberapa hal yaitu sistem usaha tani, jenis komoditas, waktu tanam yang tepat (sesuai ketersediaan air), mengembangkan pola pertanaman yang baik, serta kondisi sosial ekonomi dan budaya petani.

KOMPONEN TEKNOLOGI YANG DIANJURKAN
 
Teknologi yang dianjurkan untuk meningkatkan produksi kedelai dimulai dari teknologi produksi, panen dan pasca  panen. Teknologi yang dianjurkan tersebut adalah yang dihasilkan oleh beberapa lembaga penelitian dan teknologi kearifan lokal (indigenous technology) yang sudah terbukti unggul untuk lokasi tertentu. Diantara komponen teknologi produksi kedelai terdapat beberapa komponen teknologi penting yaitu :
  1. Penyiapan lahan
-          Tanah bekas pertanaman padi tidak perlu diolah (TOT). Jika menggunakan lahan tegalan, dilakukan pengolahan tanah intensif yaitu dua kali bajak dan sekali garu.
-          Saluran setiap 4 – 5 m dengan kedalaman 25 -30 cm dan lebar 30 cm, yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi pada saat tidak ada hujan.
  1. Penggunaan VUB, misalnya varietas Grobogan, Kaba, Anjasmara, Sinabung, Ijen, Panderman, dll. Kebutuhan benih 40 – 50 kg/ha.
  2. Penanaman
-          Benih ditanam dengan cara tugal pada kedalaman 2 – 3 cm.
-          Jarak tanam 10 – 15 cm x 40 cm, 2 – 3 biji perlubang tanam atau mengikuti jarak tanam/bekas rumpun padi, yaitu 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm.
-          Agar tidak terjadi akumulasi serangan hama penyakit serta kekurangan air, kedelai dianjurkan ditanam tidak lebih dari 7 hari setelah tanaman padi dipanen.
  1. Pemupukan
-          Dosis pupuk sekitar 50 kg Urea, 75 kg SP36 dan 100 – 150 kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam atau diberikan 2 kali (saat tanam dan 2 MST).
-          Pada sawah yang subur dan bekas padi yang dipupuk dengan dosis tinggi, tanaman kedelai tidak perlu tambahan NPK.
  1. Penggunaan mulsa jerami padi
-          Penggunaan mulsa jerami penting dilakukan untuk menekan frekuensi penyiangan dan menekan serangan lalat bibit.
-          Penngunaan mulsa jerami sebanyak 5 t0n/ha dan dihamparkan secara merata dengan ketebalan kurang dari 10 cm.
-          Jika gulma tidak menjadi masalah dan lahan bukan endemi lalat bibit pembakaran jerami dibenarkan , cara ini bisa menyerampakan pertumbuhan awal kedelai.
  1. Pengairan fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif yaitu pada umur 15 – 21 hari setelah tanam (HST), saat berbunga (25 – 35 HST) dan saat pengisian polong (55 – 70 HST). Dengan demikian tanaman tersebut perlu diairi apabila curah hujan tidak mencukupi.
  2. Pengendalian hama
-          Pengendalian hama dilakukan berdasarkan pemantauan, jika populasi hama tinggi atau kerusakan daun 12,5 % dan kerusakan polong 2,5 %, tanaman perlu disemprot dengan insektisida efektif.
-          Pengendalian hama secara kultur teknis antara lain penggunaan mulsa jerami, pergiliran tanaman dan tanam serentak dalam satu hamparan, serta penggunaan tanaman perangkap jagung dan kacang hijau yang ditanam pada pematang sawah.
  1. Pengendalian penyakit
-          Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun, dikendalikan dengan Mancozep.
-          Pengendalian virus dilakukan dengan mengendalikan vektornya yaitu serangga hama kutu dengan insektisida Decis. Waktu pengendalian adalah pada saat tanaman berumur 14, 28 dan 42 hari atau menyemprot berdasarkan populasi hama/vektornya.


PANEN DAN PASCA PANEN

1.    Panen dilakukan pada saat biji mencapai fase masak atau yang ditandai dengan 95 % polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan sebagian besar daun pada tanaman sudah rontok.
2.    Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal batang
3.    Brangkasan kedelai hasil panen langsung dihamparkan dibawah sinar matahari dengan ketebalan 25 cm selama 2 – 3 hari (tergantung cuaca) menggunakan alas. Pengeringan dilakukan hingga kadar air mencapai 14 %.
4.    Hindari menumpuk brangkasan basah lebih dari 2 hari sebab akan menjadikan benih berjamur dan mutunya rendah.
5.    Perontokan
   a. Brangkasan kedelai yang telah kering (kadar air 14 %) secepatnya dirontokan baik secara   manual maupun mekanis.
   b.   Perontokan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari banyaknya biji yang retak.
6.    Pembersihan biji dan sortasi
a.    Pembersihan biji menggunakan tampi atau secara mekanis (blower).
b.    Untuk keprluan benih maka sortasi harus dilakukan untuk membuang biji tipe simpang
7.    Pengeringan
      Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari menggunakan alas terpal, dilakukan pembalikan setiap 2 – 3 jam agar kering secara merata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar