PENDAHULUAN
Kedelai merupakan komoditas pangan
utama ketiga setelah padi dan jagung. Permintaan kedelai untuk konsumsi, pakan
ternak dan bahan baku industri dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan
kebutuhan kedelai tidak seimbang dengan produksinya, hal ini dikarenakan adanya
luas panen yang belum memadai atau masih rendah dari kebutuhan. Sedangkan upaya
peningkatan produksi dengan cara intensifikasi pada areal yang telah ada kurang
memberikan tambahan produksi karena kurangnya tindakan di lapangan. Oleh karena
itu, upaya pencukupan produksi kedelai harus ditekankan pada penambahan areal
panen baru.
Budidaya tanaman kedelai di lahan
sawah biasanya dilakukan pada musim MK I setelah tanaman padi, hal ini
dimungkinkan karena ketersediaan air pada musim itu masih berlebih atau dikenal
dengan budidaya basah. Lahan yang kering (tegalan) merupakan sumber daya alam
yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti lahan sawah yang arealnya
semakin berkurang. Areal lahan kering di Indonesia sebenarnya cukup luas yaitu
sekitar 70 juta hektar (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1995), sehingga
perluasan areal tanam komoditas pertanian termasuk kedelai ke lahan kering
(tegalan) cukup besar. Namun demikian, usaha pertanian di lahan kering
mempunyia faktor-faktor penghambat, yaitu rendahnya kesuburan, kondisi air yang
sangat bergantung pada hujan, serta beberapa jenis lahan dengan kondisi
topografi yang berombak sampai berbukit. Untuk mengatasi faktor panghambat
tersebut, maka perlu diterapkan teknologi pertanian yang tepat dan mudah
diadopsi petani.
Pendekatan masalah yang dapat dilakukan
salah satunya adalah melalui teknologi produksi, diantaranya penggunaan
varietas yang cocok untuk daerah tertentu dengan biaya murah dan sesuai dengan
kondisi petani yang pada umumnya
berlahan sempit. Witjaksono dan Dahya (1998) mengemukakan bahwa penerapan
teknologi di lahan kering (tegalan) akan berhasil apabila telah mempertahankan
beberapa hal yaitu sistem usaha tani, jenis komoditas, waktu tanam yang tepat
(sesuai ketersediaan air), mengembangkan pola pertanaman yang baik, serta
kondisi sosial ekonomi dan budaya petani.
KOMPONEN TEKNOLOGI YANG DIANJURKAN
Teknologi yang dianjurkan untuk meningkatkan produksi kedelai dimulai dari
teknologi produksi, panen dan pasca
panen. Teknologi yang dianjurkan tersebut adalah yang dihasilkan oleh
beberapa lembaga penelitian dan teknologi kearifan lokal (indigenous
technology) yang sudah terbukti unggul untuk lokasi tertentu. Diantara komponen
teknologi produksi kedelai terdapat beberapa komponen teknologi penting yaitu :
- Penyiapan lahan
-
Tanah bekas pertanaman padi tidak perlu diolah (TOT).
Jika menggunakan lahan tegalan, dilakukan pengolahan tanah intensif yaitu dua
kali bajak dan sekali garu.
-
Saluran setiap 4 – 5 m dengan kedalaman 25 -30 cm dan
lebar 30 cm, yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai
saluran irigasi pada saat tidak ada hujan.
- Penggunaan VUB, misalnya varietas Grobogan, Kaba, Anjasmara, Sinabung, Ijen, Panderman, dll. Kebutuhan benih 40 – 50 kg/ha.
- Penanaman
-
Benih ditanam dengan cara tugal pada kedalaman 2 – 3 cm.
-
Jarak tanam 10 – 15 cm x 40 cm, 2 – 3 biji perlubang
tanam atau mengikuti jarak tanam/bekas rumpun padi, yaitu 20 x 20 cm atau 25 x
25 cm.
-
Agar tidak terjadi akumulasi serangan hama penyakit serta
kekurangan air, kedelai dianjurkan ditanam tidak lebih dari 7 hari setelah
tanaman padi dipanen.
- Pemupukan
-
Dosis pupuk sekitar 50 kg Urea, 75 kg SP36 dan 100 – 150
kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam atau diberikan 2 kali (saat
tanam dan 2 MST).
-
Pada sawah yang subur dan bekas padi yang dipupuk dengan
dosis tinggi, tanaman kedelai tidak perlu tambahan NPK.
- Penggunaan mulsa jerami padi
-
Penggunaan mulsa jerami penting dilakukan untuk menekan
frekuensi penyiangan dan menekan serangan lalat bibit.
-
Penngunaan mulsa jerami sebanyak 5 t0n/ha dan dihamparkan
secara merata dengan ketebalan kurang dari 10 cm.
-
Jika gulma tidak menjadi masalah dan lahan bukan endemi
lalat bibit pembakaran jerami dibenarkan , cara ini bisa menyerampakan
pertumbuhan awal kedelai.
- Pengairan fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif yaitu pada umur 15 – 21 hari setelah tanam (HST), saat berbunga (25 – 35 HST) dan saat pengisian polong (55 – 70 HST). Dengan demikian tanaman tersebut perlu diairi apabila curah hujan tidak mencukupi.
- Pengendalian hama
-
Pengendalian hama dilakukan berdasarkan pemantauan, jika
populasi hama tinggi atau kerusakan daun 12,5 % dan kerusakan polong 2,5 %,
tanaman perlu disemprot dengan insektisida efektif.
-
Pengendalian hama secara kultur teknis antara lain
penggunaan mulsa jerami, pergiliran tanaman dan tanam serentak dalam satu
hamparan, serta penggunaan tanaman perangkap jagung dan kacang hijau yang
ditanam pada pematang sawah.
- Pengendalian penyakit
-
Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun,
dikendalikan dengan Mancozep.
-
Pengendalian virus dilakukan dengan mengendalikan
vektornya yaitu serangga hama kutu dengan insektisida Decis. Waktu pengendalian
adalah pada saat tanaman berumur 14, 28 dan 42 hari atau menyemprot berdasarkan
populasi hama/vektornya.
PANEN DAN PASCA PANEN
1.
Panen dilakukan pada saat biji mencapai fase masak atau
yang ditandai dengan 95 % polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan
sebagian besar daun pada tanaman sudah rontok.
2.
Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal batang
3.
Brangkasan kedelai hasil panen langsung dihamparkan
dibawah sinar matahari dengan ketebalan 25 cm selama 2 – 3 hari (tergantung
cuaca) menggunakan alas. Pengeringan dilakukan hingga kadar air mencapai 14 %.
4.
Hindari menumpuk brangkasan basah lebih dari 2 hari sebab
akan menjadikan benih berjamur dan mutunya rendah.
5.
Perontokan
a. Brangkasan kedelai yang telah kering (kadar air 14 %)
secepatnya dirontokan baik secara manual maupun mekanis.
b. Perontokan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
banyaknya biji yang retak.
6.
Pembersihan biji dan sortasi
a.
Pembersihan biji menggunakan tampi atau secara mekanis
(blower).
b.
Untuk keprluan benih maka sortasi harus dilakukan untuk
membuang biji tipe simpang
7.
Pengeringan
Pengeringan
dilakukan di bawah sinar matahari menggunakan alas terpal, dilakukan pembalikan
setiap 2 – 3 jam agar kering secara merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar