Teknik Budidaya Tanaman Tembakau
Teknik
Budidaya
Kegiatan teknik
budidaya tembakau meliputi beberapa jenis kegiatan dengan urutan sebagai
berikut.
·
Pembibitan,
yaitu kegiatan untuk menyiapkan bahan pertanaman.
·
Pengolahan
tanah merupakan kegiatan untuk menyiapkan media tumbuh tanaman tembakau.
·
Penanaman
yang meliputi pengaturan jarak tanam, pembuatan lubang tanam dan penanaman.
·
Pemeliharaan
tanaman yang meliputi penyiraman, penyiangan (pengendalian gulma
dan penggemburan), pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan pewiwilan.
·
Panen
dan penanganan lepas panen hingga hasil tembakau dipasarkan.
Dalam teknologi
budidaya tembakau terdapat beberapa yang spesifik sesuai karakteristik tanaman
tembakau. Teknologi budidaya tersebut secara lengkap disajikan dalam uraian
berikut.
Pembibitan/Pemuliaan
Langkah pertama dalam
pembibitan adalah mengadakan benih yang bermutu dari varietas unggul. Benih
yang bermutu dan varietas unggul dapat menentukan hasil tembakau. Varietas
unggul tembakau dapat diperoleh dari tetua-tetua yang memiliki sifat-sifat yang
unggul.
Dengan telah lamanya
pengembangan tembakau di Indonesia (1860), (de Jonge, 1989) maka diperkirakan
Indonesia telah memiliki plasma nutfah yang besar sebagai sumber genetik untuk
melakukan pemuliaan tanaman. Kelemahan-kelemahan varietas yang ada terhadap lingkungan
marginal seperti hama dan penyakit, kekeringan, kemiskinan unsur hara dan
kemasaman tanah dapat diatasi dengan memberdayakan berbagai ragam genetik dalam
plasma nutfah yang ada.
Seperti yang telah
dilakukan oleh Balitas Malang telah mengidentifikasi varietas atau galur yang
tahan beberapa hama dan penyakit tanaman tembakau, seperti tertera pada tabel
berikut.
Varietas/Galur
Tembakau Virginia yang Tahan Terhadap Beberapa Macam Penyakit Utama
Pemuliaan tanaman
tembakau juga dapat digunakan untuk menghasilkan daun tembakau bernikotin
rendah sehingga dapat memenuhi peraturan pemerintah No. 81 tahun 1999.
Pada prinsipnya
pembibitan tembakau dapat dilakukan secara bedengan dengan hasil bibit tembakau
cabutan atau sistem polybag dengan hasil bibit dalam polybag. Kegiatan
pembibitan tembakau terdiri dari persiapan benih, pemilihan tempat pembibitan,
pembuatan bedengan, penaburan benih, pemeliharaan, seleksi dan pemindahan
bibit.
Benih. Benih tembakau
sangat kecil dengan indeks biji 50 – 80 mg/1 000 biji atau setiap gram
mengandung 13000 butir benih, dengan demikian untuk dapat menyebar secara
merata di atas bedengan tidak dapat disebarkan secara langsung. Benih yang
digunakan untuk pembibitan harus dipersiapkan dari areal khusus pembibitan dan
diseleksi secara tepat. Benih harus memiliki daya kecambah lebih dari 80 %.
Benih merupakan sarana
produksi yang menentukan hasil tembakau karena setiap benih memiliki sifat
genetik dan morfofisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Benih haruslah memiliki kemurnian yang tinggi tidak tercampur benih rusak,
kotoran ataupun biji gulma, daya kecambah di atas 80 % dan bebas hama dan
penyakit. Dengan demikian untuk pengadaan benih harus diseleksi dari pohon
induk ataupun proses pemuliaan yang benar serta teknologi produksi benih yang
memenuhi standar sehingga diperoleh benih unggul dan bermutu.
Untuk pengadaan benih
tersebut diperlukan sarana prasarana yang memadai serta sumber daya manusia
yang memahami pemuliaan dan produksi benih. Untuk itu pengadaan benih haruslah
dikelola secara profesional baik oleh instansi terkait (seperti Balitas Malang
dan Badan Penangkar Benih) dan swasta yang berkecimpung dalam industri
tembakau. Sebagai contoh kasus Balitas Malang telah menghasilkan beberapa
varietas unggul tembakau beserta sistem produksi benihnya. Contoh yang lain
adalah untuk petani tembakau binaan PT. BAT Indonesia Tbk memperoleh benih yang
dihasilkan secara standar produksi benih oleh PT. BAT Indonesia Tbk di Bali.
Hasil dari benih ini adalah : keseragaman tanaman, vigor tanaman tinggi yang
diawali oleh daya kecambah yang tinggi. Sedangkan contoh kasus petani
Temanggung yang menggunakan benih hasil panen sendiri terdapat banyak kelemahan
seperti daya kecambah serta produksi yang rendah.
Pesemaian Bedengan.
Kegiatan pertama adalah pemilihan lahan untuk pembibitan dengan kriteria :
dekat dengan areal pertanian, dekat dengan sumber air, tanahnya gembur subur
dan mudah diolah, lahan terbuka terhadap sinar matahari, bebas dari tanaman
famili Solanaseae pada pertanaman sebelumnya dan bebas dari gangguan hewan
peliharaan.
Pengolahan Tanah
pesemaian bedengan dilakukan 30 – 35 hari sebelum penaburan benih. Pengolahan
tanah ini harus sudah dilakukan 70 – 80 hari sebelum tanam agar bibit siap
salur pada waktu tanam, karena umur bibit tembakau siap salur adalah 40 – 45
hari. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan I dan pembajakan II dengan
interval 1 sampai 2 minggu dan dengan kedalaman bajak 30 – 40 cm. Bedengan
dibentuk dengan arah timur barat yang berukuran lebar 1 m panjang 5 m tinggi 30
cm dan jarak antar bedengan 75 – 100 cm.
Penaburan Benih
dilakukan setelah bedengan semai siap tanam. Sebelum penaburan benih dilakukan
pemupukan dasar dengan dosis 0,5 – 1 kg pupuk NPK/m2, 3 sampai 4 hari sebelum
sebar. Benih tembakau dapat disebar di bedengan dengan perendaman atau tanpa
rendaman sebelumnya. Perendaman benih dapat dilakukan selama 48 jam sebelum
sebar. Penaburan benih dapat dilakukan dengan gembor berisi air ditambah sabun
sebagai pendispersi agar benih tidak mengumpul. Penyebaran benih tanpa perendaman
dapat dilakukan dengan mencampur benih dengan abu atau pasir halus agar merata.
Pembibitan perlu diberi
naungan untuk melindungi benih dari cahaya matahari konstruksi atap naungan
terbuat dari bambu berbentuk setengah lingkaran memanjang sepanjang bedengan.
Naungan dapat digunakan plastik Polyetilen berukuran 5,2 m x 1,2 m x 0,5 m.
Plastik Polyotilen (atap) dapat dibuka dari pukul 07.00 sampai 10.30 pada saat
bibit berumur 15 – 20 hari, pukul 07.00 – 12.00 pada saat umur bibit 20 – 28
hari dan satu hari penuh setelah umur bibit 28 hari.
Di atas benih perlu
dihamparkan mulsa dari potongan jerami berukuran ± 25 cm. Mulsa tersebut
berfungsi untuk mencegah benih berpindah pada saat penyiraman atau saat hujan,
melindungi kecambah dari matahari dan mengurangi penguapan serta mencegah
kerusakan permukaan bedengan.
Pemeliharaan pembibitan
meliputi penyiraman, pemupukan, pengaturan naungan, penjarangan mulsa,
penyiangan, penjarangan tanaman, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi
bibit. Penyiraman pada pembibitan harus dilakukan secara intensif untuk
memperoleh pertumbuhan bibit yang baik. Waktu dan volume penyiraman pada
pembibitan seperti tertera pada tabel berikut
Waktu
dan Volume Penyiraman pada Pembibitan Tembakau
Keterangan : HSS = Hari
Setelah Sebar
Sumber : Standar kultur Teknis PT. BAT Indonesia Klaten
Sumber : Standar kultur Teknis PT. BAT Indonesia Klaten
Pemupukan bedengan
semai dilakukan 3-4 hari sebelum penaburan benih. Dosis pemupukan adalah 35 g
ZA, 100 g SP-36 dan 20 g ZK per m2 bedengan. Atau dapat digunakan pupuk majemuk
NPK dengan dosis 0.1 – 1 kg/m2 bedengan. Pupuk ditabur merata di atas bedengan
dan dicampur dengan lapisan tanah atas.
Hama dan penyakit yang
sering menyerang pembibitan adalah ulat daun, ulat pucuk, ulat tanah dan
penyakit rebah kecambah Phytium spp. Contoh jadwal penyemprotan insektisida dan
fungisida pada pembibitan tembakau seperti tersaji pada tabel berikut.
Jadwal
Penyemprotan Insektisida dan Fungisida di Pembibitan Tembakau
Sumber : Arsip Kebun
Wedi Birit, (1998)
Penjarangan bibit
(reseting) perlu dilakukan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan karena
bibit terlalu padat yang dapat menimbulkan serangan penyakit rebah kecambah
atau lanas. Disampig itu penjarangan juga diperlukan agar bibit tidak mengalami
etiolasi dan tidak terjadi persaingan unsur hara sehingga bibit tumbuh dengan
vigor seragam. Reseting dilakukan pada umur 21 hari.
Seleksi bibit dilakukan
tiga kali yaitu pada umur 10 – 13 hari, 20 – 23 hari dan 33 hari. Bibit siap
salur memiliki kriteria umur 38 – 40 hari, tinggi bibit 10 – 12 cm, diameter
batang 0,8 – 1 cm, jumlah daun 5 -6 lembar, warna daun hijau dan tanaman sehat.
Pencabutan bibit dilakukan pada pagi atau sore hari dengan menyiram bedengan
sebelumnya. Pencabutan dilakukan dengan menyatukan daun yang telah sempurna.
Pembibitan
Sistem Polybag
Kelebihan utama dari
sistem ini adalah mengurangi kerusakan akar pada saat pemindahan bibit,
mengurangi tingkat kematian bibit, menghilangkan stagnasi dan menyeragamkan
pertumbuhan bibit. Dengan demikian penyulaman dapat ditekan hingga tingkat nol.
Cara pembibitan dengan sistem polybag pada awalnya sama seperti sistem
bedengan, hanya setelah umur bibit 21 hari bibit dipindahkan ke polybag. Media
bibit sistem polybag terdiri dari tanah dicampur dengan pupuk
kandang dan pasir dengan perbandingan : a) pada tanah berat 5 : 3 : 2, b)
pada tanah sedang 5 : 2 : 2 dan c) pada tanah ringan 5 : 3 : 1. Disamping itu
media dicampur dengan pupuk NPK dengan dosis 1,5 – 2 kg pupuk NPK setiap 1 m3
tanah. Ukuran plastik media adalah panjang 110 cm dan diameter 110 cm. Tanah
media dimasukkan ke dalam plastik polybag. Tanah media tersebut sebelumnya
disterilisasi dengan metode solarisasi selama 14 – 20 hari. Selanjutnya bibit
yang telah berumur 3 minggu (21 HSS) dipindahkan ke polybag dan dilakukan
penyiraman seperti pada pembibitan bedengan. Pemeliharaan dan kriteria salur
seperti pada pembibitan bedengan, hanya pada pembibitan polybag telah dilakukan
seleksi bibit dan pengaturan jarak tanam.
Pengendalian Hama dan Penyakit dalam Budidaya Tembakau
Penyakit
Tanaman Tembakau
Beberapa penyakit yang
dapat menimbulkan kerugian cukup besar pada tanaman tembakau adalah penyakit
lanas, penyakit rebah kecambah, penyakit kerupuk dan penyakit layu
bakteri. Secara ringkas diskripsi penyakit-penyakit tersebut adalah sebagai
berikut.
Penyakit Rebah
Kecambah. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytium spp, Sclerotium sp dan
Rhizoctonia sp. Penyakit ini pada umumnya menyerang di pembibitan, dengan
gejala serangan pangkal bibit berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna coklat
dan akhirnya bibit roboh. Penyakit biasanya menyerang didaerah dengan suhu
240C, kelembaban di atas 85 % drainase buruk curah hujan tinggi dan pH tanah
5,2 – 8,5. Penyakit ini dapat diatasi dengan pengaturan jarak tanam pembibitan,
disinfeksi tanah sebelum penaburan benih atau penyemprotan pembibitan serta
pencelupan bibit sebelum tanam dengan fungisida netalaksil 3 g/liter air
Mankozep (2 – 3 g/liter air), Benomil 2 – 3 g/liter air dan Propanokrab
Hidroklorida 1 – 2 ml/l air.
Penyakit Lanas. Patogen
penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora nicotianae var Breda de Haan
(Semangun 1988). Gejala serangannya dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu : Tipe
1; tanaman yang daunnya masih hijau mendadak terkulai layu dan akhirnya mati,
pangkal batang dekat permukaan tanah busuk berwarna coklat dan apabila dibelah
empulur tanaman bersekat-sekat, Tipe 2; daunnya terkulai kemudian menguning
tanaman layu dan akhirnya mati, Tipe 3; bergejala nekrosis berwarna gelap
terang (konsentris) dan setelah prosesing warnanya lebih coklat dibanding daun
normal. Cara pencegahannya adalah melakukan sanitasi pengolahan tanah yang
matang memperbaiki drainase penggunaan pupuk
kandang yang telah masak, rotasi tanaman minimal 2 tahun dan menggunakan varietas
tahan seperti Coker 48, Coker 206 NC85, DB 102, Speight G-28, Ky 317, Ky 340,
Oxford 1, dan Vesta 33 (Lucas 1975, Powel 1988, Melton 1991). Pengendaliannya
dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida pada pangkal batang dengan
menggunakan fungisida Mankozeb 2 – 3 g/liter air, Benomil 2 -3 g/liter air,
Propanokarb Hidroklorida 1 – 2 ml air dan bubur bordo 1 – 2 %.
Penyakit Kerupuk.
Patogen penyebabnya adalah virus krupuk tembakau (Tabacco Leaf Corl Virus =
TLCV). Gejala serangannya adalah daun terlihat agak berkerut, tepi daun
melengkung ke atas, tulang daun bengkok, daun menebal, atau sampai daun
berkerut dan sangat kasar. Pencegahan penyakit ini adalah memberantas vektor
lalat putih (Bemisia tabaci) dengan insektisida dimetoat atau imedakloprid.
Penyakit Layu Bakteri.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala
serangannya adalah layu sepihak pada daun maupun sisi pertanaman, bentuk daun
asimetris, pangkal batang busuk berwarna coklat. Apabila potongan batang atau
ibu tulang daun dimasukkan kedalam air jernih akan tampak aliran masa bakteri
putih seperti asap rokok.
Penyakit lain yang
kurang berbahaya tapi sering menyerang tanaman tembakau adalah penyakit mosaik
tembakau, nematoda, karat daun, embun tepung dan antraknosa.
Hama
Tembakau
Beberapa hama yang
sering menimbulkan kerugian pada tanaman tembakau yaitu ulat pucuk tembakau,
ulat grayak, kutu tembakau, kutu putih dan ulat tanah.
Ulat Pucuk Tembakau
(Helicoverpa assulta Genn dan Helicoverpa armigera Hubner). Gejala serangan
terlihat dari daun tembakau yang berlubang-lubang karena ulat memakan pucuk
daun dan daun atas. Pada saat serangan terjadi gejala tersebut belum nampak dan
gejala akan nampak jelas setelah daun tembakau membesar. Tanaman inang lain
adalah kapas, jagung, tomat, kedelai, buncis, asparagus dan jarak. Pengendalian
dengan penyemprotan insektisida seperti permetrin 2 g/liter atau betasiflutrin
25 g/liter.
Ulat grayak (
Spodoptera litura F). Serangan terjadi pada malam hari biasanya bergerombol di
pembibitan maupun di pertanaman. Dari stadia telur sampai menjadi larva instar
5 yang dapat menyerang tanaman memerlukan waktu 22 – 60 hari. Pengendalianya
penyemprotan dengan insektisida seperti pada ulat pucuk atau mengumpulkan masa
telur.
Kutu Tembakau (Myzus
persicae). Kutu ini merusak tanaman tembakau karena mengisap cairan daun
tanaman, menyerang di pembibitan dan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat. Kutu ini menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi
lengket dan ditumbuhi cendawan berwarna hitam. Kutu daun secara fisik
mempengaruhi warna, aroma dan tekstur dan selanjutnya akan mengurangi mutu dan
harga. Secara Khemis kutu daun mengurangi kandungan alkoloid, gula, rasio gula
alkoloid dan maningkatkan total nitrogen daun. Kutu daun dapat menyebabkan
kerugian sampai 50 %, kutu daun dapat menyebabkan kerugian 22 – 28 % pada
tembakau flue-cured. Cara pengendalian hama ini adalah dengan mengurangi
pemupukan N dan melakukan penyemprotan insektisida yaitu apabila lebih besar
dari 10 % tanaman dijumpai koloni kutu tembakau (setiap koloni sekitar 50 ekor
kutu). Pestisida yang digunakan yaitu jenis imidaklorid.
Kutu Putih (Bemisia
tabaci Genn). Baik kutu dewasa maupun nimfanya mengisap cairan daun sehingga
daun menjadi rusak. Disamping merusak daun, kutu ini juga menjadi vektor bagi
virus krupuk atau penyakit mosaik tembakau. Cara pengendalian dengan sanitasi
lahan dan meyemprot dengan insektisida Klorpirifos.
Untuk pengendalian hama
dan penyakit tanaman tembakau perlu dilakukan pengamatan ambang ekonomis
serangan sebagai langkah pengendalian dini (“Early Warning System”). Dengan
langkah tersebut dapat diidentifikasi apakah perlu atau tidak untuk melakukan
tindakan pengendalian. Apabila hal ini dilakukan jarang sekali terjadi ledakan
serangan hama dan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian pada pengusahaan
tembakau.
Beberapa
Contoh Kasus Pengendalian Hama dan Penyakit Tembakau
Tembakau
cerutu vorstenlanden Klaten
Tingkat serangan hama
dan penyakit serta cara pengendaliannya seperti terlihat pada tabel berikut.
Tingkat Serangan dan
Pengendalian Hama dan Penyakit Tembakau vorstenlanden
Tembakau Burley Bondowoso
Beberapa hama dan
penyakit yang dominan serta teknik pengendaliannya pada tanaman tembakau Burley
di petani binaan PT. BAT Indonesia Bondowoso Jawa Timur seperti terlihat pada
tabel berikut.
Pengendalian Hama dan
Penyakit pada Tembakau Burley di Bondowoso.
Dengan pengamatan dan
pengendalian yang baik terlihat tidak pernah terjadi ledakan serangan hama dan
penyakit sampai tingkat merugikan.
Tembakau Besuki
Na-Oogst PTP XI Jawa Timur
Contoh jadwal
penyemprotan pestisida pada pertanaman tembakau cerutu NO di kebun Ajong
Gayasan PTPN XI seperti tertera pada tabel berikut :
Jadwal Penyemprotan
Pestisida pada Pertanaman Tembakau Bawah Naungan di Kebun Ajong Gayasan
Sumber : TBN VIII PTP.
XXVII Ajong-Gayasan Jember
Secara umum jenis hama
dan penyakit yang menyerang tanaman tembakau serta jenis pestisida dan dosis
yang digunakan untuk pengendaliannya disajikan pada tabel berikut.
Jenis Hama, Penyakit
dan Pengendaliannya pada Tanaman Tembakau.
Konsep pengendalian
hama dan penyakit tanaman adalah pengendalian secara terpadu. Dalam hal ini
yang penting adalah melakukan pengamatan perkembangan populasi hama atau
penyakit. Apabila populasi hama dan penyakit melewati titik kritis ambang
ekonomi maka harus dilakukan pengendalian baik secara fisik, mekanik, biologis,
teknik budidaya maupun secara kimia. Hama ulat pucuk misalnya pada kepadatan
populasi tertentu cukup dikendalikan dengan mengutip ulat tersebut.
Cara pengairan tembakau
pada lahan beririgasi yaitu dengan cara dilep (basin irigation) hingga guludan
tempat tanaman cukup basah dan selanjutnya lahan dikeringkan kembali. Waktu
pemberian air irigasi dapat ditentukan dengan indikator sebagai berikut :
tanaman layu pada pukul 11.00 atau tanah tidak lagi melekat apabila digenggam.
Tinggi air irigasi ditentukan berdasarkan umur tanaman yaitu : sampai dengan
umur 45 hari setelah tanam volume air ¾ buludan, pada 50 – 65 HST tinggi air ½
guludan dan menjelang panen tinggi air ¼ guludan.
Pada tanaman tembakau
cerutu di bawah naungan, penyiraman dilakukan dengan cara sprinkler irigation.
Dengan demikian volume air yang diterima tanaman cukup seragam dan mencukupi
volumenya.
Pada lahan kering (umumnya tembakau rakyat)
pengairan sangat tergantung pada curah hujan. Beberapa petani dengan modal yang
cukup melakukan penyiraman dengan sumber air tanah atau sungai dengan sistem
pompanisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar